Hari Pendidikan dalam Persepektif Saya
KI HADJAR DEWANTARA
Bangsa yang besar ialah bangsa yang tidak melupakan jasa para pahlawannya, begitulah kira-kira. Munkin bayak orang yang lupa hari ini, mereka disibukkan dengan pekerjaan mereka, kuliah, tugas, pacaran, begadang sambil nongkrong atau munkin mereka cuek saja dengan tanggal yang munkin tak begitu penting seperti tanggal 2 Mei. Begitu banyak alasan bagi setiap orang melupakan sebuah tanggal, bisa saja sibuk, ada kenangan buruk, bahkan sengaja terlupakan, tapi semoga tidak untuk hari ini. Walau pun tak penting saya ingin menulis tentang hari ini.
Hari ini tanggal 2 Mei adalah tanggal lahirnya seorang pahlawan kita bangsa indonesia. Tokoh pendidikan indonesia Ki Hadjar Dewantara. Beliau lahir di Yogyakarta dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat pada tanggal 2 Mei 1889 dari lingkungan kraton Yogyakarta. Lahir disaat bangsa ini dalam masa jarahan Belanda, mereka berpesta sedang kita dijarah seakan budak di bumi sendiri.
Ketika sudah umur 40 tahun beliau mengganti namanya dengan Ki Hadjar Dewantara dan tidak lagi menggunakan gelar ningrat yang beliau rasa membatasi gerak untuk bisa selalu bersama masyarakat. Kebersamaan beliau dengan masyarakat memberikan sumbangan bagi dirinya. Beliau pernah dibuang ke Belanda karena mengkritik Pemerintah Hidia belanda dengan sebuah tulisan terhadap perayaan seratus tahun bebasnya Negeri Belanda dari penjajahan Perancis dibulan November 1913 dimana biaya perayaan tersebut ditarik dari uang rakyat Indonesia dan dirayakan ditengah-tengah penderitaan rakyat yang masih dijajah. Dibuang, ditahan bukan berarti berhenti belajar munkin itu perkataan yang pas ketika itu. Sehingga Sekembalinya dari Belanda pada 3 Juli 1922 beliau mendirikan perguruan dengan nama Nationaal Onderwijs Institut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Dari sinilah lahir konsep pendidikan nasional hingga Indonesia merdeka.
Berkat Jasa beliau ini Universitas Gajah Mada memberikan gelar Doctor Honoris Causa (H.C.) pada tahun 1957 dan beliau meninggal 2 tahun setelah mendapat gelar itu pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta.
TUTWURI HANDAYANI
ING NGARSA SUNG TULADA
ING MADYA MANGUN KARSA
TUT WURI HANDAYANI
artinya
didepan memberi teladan
ditengah menciptakan peluang untuk berkarsa,
dibelakang memberi dorongan
Kata-kata ini tidak lahir dan muncul serta merta. Ki hadjar dewantara sudah melaui banyak proses dari pendidikan dasar Hingga pembuangan. Kata-kata ini pun menjadi filosofi pendidikan kita saat ini. Tapi benarkah jadi filosofi pendidikan kita??
Mari kita bongkar !!!
Arah pendidikan kita saat ini adalah kerja dan pekerjaan. Kampus-kampus disulap menjadi pabrik produsen pengangguran. Pendidikan yang pada awalnya memiliki nilai pengabdian kini berubah lapangan pekerjaan. Guru tidak lagi jabatan pengabdian tapi pekerjaan sehingga pahalawan tanpa tanda jasa kini luntur dan sedikit akan beranjak hilang. Mereka berduyun mengukiti program sertifikasi yang hanya lewat berkas saja. Apakah kertas itu indikasi bahwa mereka layak? Belum tentu.
Di sekolah saat ini seperti dokrinasi. Mereka disuruh menghafal tanpa harus mereka ketahui apa yang mereka hafal tidak ada mengarang bebas. Apa yang ada serasa yang paling benar dan tidak ada lagi selain itu. Mereka tidak diberi ruang untuk berfikir mengeksplor apa yang mereka ingin tahu. Hal ini tidak hanya di tinggat bawah, di kampus pun seperti itu. Saya sedikit bercerita. Setiap hari Jum’at telinga saya dibuat bosan mendengarkan ocehan Dosen yang kata-katanya saya tangkap “Cepat lulus dan IPK Tinggi”, setiap hari jumat telinga saya bising dengan suara itu dan dalam hati saya berkata “Apa jaminannya Kalau kami cepat lulus dan IPK tinggi?”. Tut Wuri Handayani kini bertransformasi menjadi cepat lulus dan Karsa kini diterjemahkan Menjadi IPK tinggi. Sungguh sempit dunia ini. walaupun seperti itu aku ingin cepat lulus. belajar tanpa Lebel Mahasiswa dan berkarya tanpa Lebel Sekripsi.
Karsa itu bukan IPK. Karsa adalah warna di dunia ini. Jadi buatlah warna mu sendiri. Di akhir ini saya mengutip sebuah kata-kata
“Hanya ada satu sukses, yaitu mampu menghabiskan hidupmu diatas jalanmu sendiri”
Christopher Morley, Jurnalis Amerika Serikat
وما من شدة إلا سيأتى # لها من بعد شدتها رخاء
Tak ada usaha keras kecuali setelahnya adalah Kebahagiaan
(Abu Tamam, Penyair Arab)
Cak shoheb, 2 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar