Wallada

Wallada




Aku mengkhawatirkanmu Kekasihku sayang, begitu besar kekhawatiranku bahkan ketika aku memandang dimana melangkah saat waktu telah habis mengancam untuk merebutmu dariku. Walaupun aku dapat menyembunyikan rahasia darimu hingga hari kiamat, ketakutanku tetap tidak akan dapat disembuhkan.

Wallada binti Al-Mustakfi Billah*

*. Wallada merupakan penyair muslim terkenal di Andalusia. Ia lahir pada 1001 Masehi. Wallada adalah putri seorang khalifah masa Muluk at-Tawaif, Muhammad III  di Cordoba Andalusia. Ayahnya merupakan Khalifah terakhir di Cordoba Andalusia sebelum direbut oleh dinasti Murabitun.  Muhammad III tidak memiliki anak laki-laki sebagai ahli warisnya. Untuk itu, Wallada dipersiapkan untuk menjadi pengganti memimpin kerajaan. Maka dari itu. Khalifah menyiapkan semua bekal untuk wallada. Diapun mendapatkan pendidikan khusus seperti, kepemiminan, sastra dan strategi sejak ia kecil. Dia mendapatkan ilmu spesial dibanding dengan muslimah lainnya.
Baca juga: Hari Valentine dan Makna Bagi yang Jomblo
Dikisahkan bahwa Wallada adalah perempuan cantik dan sangat bangga dengan kecantikannya. Ia menolak memakai kerudung ditempat ramai, sehingga menjadi gunjingan para ulama. Ia menjadi tokoh wanita kontroversial ketika itu. Ia menggunakan gaun yang bersulamkan sebuah puisi yang ia buat sendiri. Di bagian kiri gaun itu bertulis : Aku pantas berpangkat tinggi, Wallahi-kulalui hidup ini dengan bangga. Di bagian kanan bertulis : Cubit pipiku wahai kekasihku-ciumku untukmu kekasih tercinta.
Kecerdasan dan keterampilannya terutama dalam bidang sastra, para sejarawan menyebutnya sebagai peletak dasar sastra wanita di Andalusia. Wallada membuka sekolah sastra di istana Cordoba Andalusia dan ia menjadi guru seni dan puisi. Salah satu murid perempuan berbakat Wallada yaitu Muhyah binti At-Tayyani. Muhyah adalah seorang budak yang ia merdekakan dan menjadi seorang penyair Masyhur dizamannya. Wallada diakui sebagai penyair hebat setelah berani membacakan satir Syair (bait-bait Syair) dihadapan para penyair laki-laki.
Karyanya yang menonjol bernuansa Romansa. Karya itu muncul dari kisah hubungannya dengan sesama penyair Ibnu Zaidun atau Ben Zaidun. Karyanya yang bernuansa romansa menyiratkan kerinduan, keinginan, kecemburuan. Hubungan Wallada dengan Ben Zaidun sangat rumit. Ben Zaidun merupakan penyair yang tajam dalam mengkritik kekhalifahan bani Umayyah di Andalusia karena itulah hubungan mereka dijalani dengan rahasia. 

Salah satu syair Wallada kepada Ben Zaidun :
Bila malam tiba menunggu kedatanganku
karena kutahu, malam adalah penyimpan rahasia yang terpercaya.
Alangkah manisnya rasa cinta ini
Andai bintang ikut merasakan, matahari takkan bersinar lagi
Bulan dan benda angkasa apapun takkan pernah kuasa mengarungi langit malam.

Baca juga: Mencegah Hoax dengan Ujian Tiga Lapis Ala Socrates
Kisah cinta mereka yang sembunyi-sembunyi akhirnya kandas karena pihak ketiga. Wallada menulis dalam puisinya ada wanita dari “kegelapan” yang lebih dipilih oleh Zaidun.

Jika benar engkau jujur dalam Cinta, yang telah menyatukan kita, tak sepantasnya kau memilih seorang dayangku. Itu artinya, engkau mencemooh cabang yang penuh bunga yang indah dan memilih ranting yang hanya memberikan buah yang keras dan pahit. Engkau tahu aku ini bulan terang, cahaya dari Surga, tapi kau memilih sebuah planet yang gelap dan kelam.

Wallada meninggal pada tahun 1091 M saat melarikan diri ketika kotanya diduduki oleh tantara Murabitun.


tulisan ini disadur dari Koran republika, Buku Islam di Andalusia dan ensiklopedi.
gambar: google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar